Perkembangan bisnis digital, dapat mengubah kebiasaan bekerja manusia. Kini karyawan dapat mengerjakan pekerjaannya lebih fleksibel, jika sebelumnya rata-rata pekerjaan harus dilakukan di kantor. Profesi freelancing atau pekerja lepas sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia. Dahulu, pekerja lepas seringkali dianggap sebagai pekerjaan yang "tidak berguna" atau dianggap sebelah mata karena tidak memberikan jaminan sosial yang mendukung seperti asuransi ataupun pensiun. Seiring berjalannya waktu yang diikuti oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat terutama internet dan media sosial, freelance kini mulai diakui sebagai profesi yang menyenangkan dan semakin banyak orang yang memilih menjadi freelancer daripada pekerja kantoran.
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) pada akhir 2018 yang kami kutip dari DailySocial.id, sebanyak 56,8% masyarakat Indonesia saat ini bekerja di sektor informal yang diiringi dengan naiknya jumlah pekerja yang berwirausaha di Indonesia, termasuk pekerja lepas atau freelancer. Kemudian dari data BPS per Mei 2019, basis angkatan kerja di Indonesia terseia sebanyak 136,18 juta orang, yang terdiri dari jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 136,18 juta orang, yang terdiri dari jumlah penduduk yang bekerja sebnayak 129,36 juta orang dan pengangguran sebnyak 6,28 juta orang. Dari 129,36 juta pekerja tersebut, freelance mengambil porsi 4,55% atau berjumlah sekitar 5,89 juta orang.
Freelance memang tidak memiliki jaminan yang pasti, akan tetapi pada era digital ini freelancer memiliki keuntungan yang tidak bisa didapat oleh perkeja kantoran, diantaranya adalah fleksibilitas waktu dan fleksibilitas tempat. Freelancer bisa memilih kapan waktu yang tepat untuk mengerjakan tanggung jawab pekerjaannya, dan dimana Ia mengerjakan pekerjaannya. Misalnya di rumah ataupun di kafe pinggir telaga yang memberikan akses internet yang cepat dan gratis. Tentu saja hal ini dapat membantu mengurangi rasa stress akibat bekerja, daripada mereka yang bekerja di kantor seharian. Selain itu, freelancer juga tidak perlu memikirikan resiko kemacetan yang dapat menyita banyak waktu seperti yang dialami oleh pekerja kantoran pada umumnya.
Seorang freelancer tidak selalu memiliki pendapatan yang sedikit, bisa saja pendapatan yang dihasilkan dalam satu bulan lebih besar dua kali lipat dibandingkan pendapatan tetap yang diterima oleh pegawai kantoran, ketika freelancer tersebut tidak terikat hanya pada satu klien. Menjadi freelancer juga dapat berpotensi untuk memperluas jaringan dengan berbagai orang dari berbagai profesi. Cara kerja yang fleksibel inilah yang menarik minat generasi millenial atau mereka yang tidak ingin terikat pada aturan-aturan kantor yang bersifat mengikat. Bagaimana? Menarik bukan? Apakah Anda menjadi salah satu orang yang tertarik dengan profesi freelance?
